Di tengah makin tingginya minat masyarakat terhadap investasi, reksadana menjadi instrumen favorit karena bisa dimulai dari Rp10.000, mudah diakses lewat aplikasi, dan tidak perlu kemampuan teknikal tinggi.
Namun, kemudahan ini sering membuat pemula mengabaikan prinsip dasar investasi – hingga akhirnya rugi, kecewa, dan mundur sebelum sukses.
Agar tidak terjebak, Anda perlu mengetahui kesalahan umum investor pemula dalam reksadana dan cara mencegahnya sejak awal.
1. Panic Selling Saat Nilai Turun
Kesalahan:
Investor pemula kerap menjual reksadana saat NAB (Nilai Aktiva Bersih) turun drastis, padahal koreksi pasar seringkali hanya bersifat sementara.
Contoh:
Reksadana saham Anda turun 7% karena IHSG terkoreksi, Anda langsung jual karena takut rugi lebih dalam. Seminggu kemudian pasar rebound 5% – sayang, Anda sudah terlanjur jual rugi.
Solusi:
- Pahami bahwa fluktuasi harga adalah hal wajar dalam investasi
- Fokus pada tujuan jangka panjang (bukan performa harian)
- Terapkan strategi DCA (Dollar Cost Averaging) agar tetap konsisten tanpa panik
2. Salah Pilih Jenis Reksadana Tanpa Cek Profil Risiko
Kesalahan:
Memilih reksadana dengan return tertinggi, tanpa mempertimbangkan jangka waktu investasi dan toleransi risiko.
Contoh:
Anda hanya punya rencana investasi 6 bulan, tapi membeli reksadana saham karena return-nya terlihat besar. Akibatnya, saat pasar koreksi, nilai investasi justru minus saat butuh dicairkan.
Solusi:
- Kenali empat jenis utama reksadana:
- Pasar Uang: jangka pendek, risiko rendah
- Pendapatan Tetap: jangka menengah, risiko moderat
- Campuran: jangka menengah-panjang, risiko sedang-tinggi
- Saham: jangka panjang (>5 tahun), risiko tinggi
- Gunakan fitur kuis profil risiko di aplikasi seperti Bibit, IPOT, atau Bareksa
- Sesuaikan reksadana dengan tujuan finansial dan jangka waktunya
3. Mengabaikan Biaya-Biaya yang Terkait
Kesalahan:
Tidak membaca biaya manajemen (expense ratio), biaya pembelian, penjualan, atau fee platform yang bisa menggerus return Anda secara tidak langsung.
Contoh:
Reksadana A memiliki return 6% per tahun, tapi biaya manajemennya 3%. Return bersih Anda hanya tinggal 3%, belum tentu lebih baik dari reksadana lain yang lebih efisien.
Solusi:
- Cek expense ratio ideal: < 2% per tahun
- Hindari produk dengan banyak biaya tersembunyi
- Gunakan aplikasi yang tidak mengenakan biaya pembelian/penjualan
Cek biaya lengkap di bagian Fund Fact Sheet atau prospektus produk.
4. Hanya Sekali Investasi, Tidak Konsisten
Kesalahan:
Menganggap investasi reksadana cukup dilakukan sekali, lalu berharap hasil besar dalam waktu singkat.
Contoh:
Investasi Rp100.000 sekali, lalu tidak pernah top-up lagi. Setelah 6 bulan, kecewa karena nilai hanya naik sedikit dan tidak terasa.
Solusi:
- Terapkan investasi rutin (misal: Rp100.000–Rp500.000/bulan)
- Gunakan fitur auto-debit atau auto-invest di aplikasi
- Manfaatkan efek bunga majemuk agar nilai terus tumbuh
Konsistensi jauh lebih penting daripada jumlah besar tapi hanya sekali.
5. Tidak Pernah Evaluasi atau Rebalancing Portofolio
Kesalahan:
Setelah membeli reksadana, banyak investor pemula membiarkan begitu saja tanpa memantau, meski kondisi ekonomi atau kebutuhan pribadinya sudah berubah.
Contoh:
Awalnya beli reksadana saham untuk tujuan 5 tahun. Tapi karena kebutuhan berubah jadi 2 tahun, reksadana saham jadi terlalu berisiko – dan nilai sempat drop 10% saat dicairkan.
Solusi:
- Lakukan evaluasi portofolio minimal setiap 6 bulan
- Jika tujuan investasi berubah, switch ke jenis reksadana yang lebih sesuai
- Pelajari strategi rebalancing agar alokasi aset Anda tetap optimal sesuai risiko
Checklist Anti-Gagal untuk Investor Reksadana Pemula
- Sudah memahami jenis-jenis reksadana
- Memilih berdasarkan profil risiko dan tujuan
- Tidak panik saat NAB turun
- Berinvestasi rutin, bukan hanya sekali
- Mengetahui dan menghitung biaya manajemen
- Evaluasi portofolio secara berkala
Reksadana memang salah satu instrumen investasi paling ramah untuk pemula, tapi tetap membutuhkan strategi, konsistensi, dan pemahaman dasar agar tidak salah langkah.
Dengan menghindari 5 kesalahan fatal di atas, Anda bisa mengelola investasi dengan lebih tenang, logis, dan menguntungkan.
Ingat: investasi bukan jalan cepat menjadi kaya, tapi alat membangun kekayaan secara terukur dan terencana.